MANUSIA PEDULI LINGKUNGAN DAN ALAM ARTIKEL

Pada dasarnya manusia memang tempatnya salah dan lupa. Namun penulis tidak membahas masalah lupa dalam menghafal atau mengingat-ingat sesuatu. Melainkan lupa yang berkaitan tentang alam Indonesia yang sudah rindu manusia akan manusia pecinta alam. “PELUPA” merupakan akronim dari “PEcinta LingkUngan Peduli Alam”. Punyakah naluri “pelopor cinta lingkungan” yang melekat secara dasar ? ataukah lebih sebagai bakat dari talenta bawaan manusia yang tidak otomatis dimiliki semua orang?



Akan tetapi, perlu diingat juga bahwa manusia bukanlah “superman” yang selalu dapat berbuat sesuai kehendak. Kita masih perlu belajar serta mengenali kebutuhan lingkungan sekitar. Karena pada dasarnya, kebanyakan manusia saking cerdasnya dan ahli agama, sering lupa pada lingkungannya sendiri. Sehingga ia berbuat dan mengajak kerusakan, membunuh binatang, serta acuh tak acuh terhadap lingkungan.

Manusia dan Kerusakan Lingkungan

Di beberapa kalangan masyarakat, terutama masyarakat Indonesia yang berada di kota-kota besar maupun yang bertempat di sekitar lokasi perindustrian mengalami resiko pencemaran, baik pencemaran air, udara, maupun hutan. Pencemaran biasanya disebabkan oleh makin tingginya tingat urbanisasi, industrialisasi, dan buruknya sanitasi. Di lain sisi, polusi air karena ulah manusia, aktivitas pertanian, dan limbah industri membuat air minum yang layak konsumsi dan bersih kian sulit didapati.
Melihat kenyataan ini, manusia sebagai insan yang berbudi harus melakukan penataan kembali terhadap lingkungannya agar tetap dapat memenuhi kebutuhan aktivitasnya. Sehingga dalam upaya mencapai kesejahteraan manusia, salah satunya adalah melakukan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup sebagai manusia di muka bumi. Saat ini hubungan lingkungan dan akibat pembangunan menjadi bahan pembicaraan, diskusi, perdebatan panjang bahkan menjadi isu komoditas politik yang tak henti-hentinya dan selalu menarik disaksikan.
Menurut Harding (1998), pembangunan adalah segala aktifias atau kemajuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dan lingkungan. Wakil Gubernur Jawa Timur yakni Syaifullah Yusuf pernah mengatakan : meski Indonesia ada 650.000 lembaga keagaan lokal yang selama ini mendampingi masyarakat dalam bidang ruhani, tetapi jika hanya mengkhotbahkan daftar keinginan normatif tentang “pahala”, “dosa” , “surga”, dan “neraka” maka tidak akan mampi menghalangi masalah kemanusiaan terlebih kemiskinan. Adapun kemiskinan cenderung akan menyebabkan terjadikan perusakan lingkungan.

 Saatnya menjadi Manusia “PELUPA”

Peningkatan penggunaan energi sumber alam ini akan meningkat sejalan dengan peningkatan kerusakan lingkungan yang serius bila teknologi yang digunakan tidak memasukan nilai-nilai lingkungan hidup pada sistem teknologi tersebut. Komponen-komponen lingkungan yang diidentifikasikan sebagai aktor kerusakan adalah manusia. Hal ini akan berpengaruh pada komponen atmosfer, sumber daya air, lautan, hutan, tanah dan keragaman hayati. Sehingga sebenarnya bumi ini akan cepat rusak atau lestasi, panas atau sejuk, hancur atau fungsi dan sebagainya, penetu utamanya adalah manusia.
Dari sini, kita sebagai umat manusia yang mewarisi sumber daya manapun sepatutnya merawat serta melestarikan sumber daya alam kita. Hindarkan sikap acuh tak acuh terhadap lingkungan, dengan sikap cinta lingkungan. Haruskah anak cucu kita terbebani oleh tingkah laku kita dalam kerusakan lingkungan ? kita tidak bisa menebak kejadian 70an tahun yang akan datang, apabila mereka menanggung akibat ulah jahil tangan kita. Anak cucu kita akan kesulitan air bersih, mereka tidak bisa melihat hijaunya pepohonan, sesaknya nafas akibat polusi mesin industri hingga sulitnya menemukan tanah kubur tempat kita nanti.
Tulisan lainnya :
Chat WhatsApp
error: Mohon maaf, copy paste tidak diperkenankan !!