TUGAS CERPEN TENTANG PETUALANGAN

TUGAS CERPEN TENTANG PETUALANGAN

Seorang pemuda yang mengaku dirinya ganteng, mandi keringat di depan rumah. Asap masih mengepul dari mesin yang terbakar. Sebuah pesawat misterius jatuh di didepan rumah ketika ia sedang asyik corat coret dengan pulpen faber castell barunya.

  Namaku Kayla. Aku masih ingat jelas bagaimana reaksi Abang Ikal, ketika pesawat itu hampir mengenai tubuhnya. Wajahnya pucat, mata hitamnya terbelalak lebar serta tangannya bergetar.
 “Sungguh aneh, pesawat itu hampir membuatku jadi dendeng bakar” canda abang yang tidak percaya, laki-laki seganteng dia akan mati oleh pesawat mainan.
            Ayah memeriksa keadaan Abang Ikal.
            “Tidak apa-apa Yah, aku hanya kaget saja” kata Ikal.
            Terlihat seorang pemuda berlari tergopoh-gopoh menjauhi rumahku.
“Siapa itu bang ?” tanyaku dengan penasaran.

            “Abang juga tidak kenal” jawab Abang. “Coba lihat ini sebuah ‘remote’ pengendali pesawat, mungkin alat ini yang ia digunakan untuk membunuhku” pikir Ikal. Tangannya masih sibuk memegangi ‘remote’ mungil itu.

            “Husshhh.. Jangan berburuk sangka dulu bang.” Balas Kayla. “Besuk jadi kan ke hutan ?” tanyaku.
            “Pasti dong” jawab Ikal sambil menguap. “Abang tak ingin hanya karena pesawat ini, rencana jelajah kita gagal.”
            Pagi-pagi sekali mereka sudah terbangun. Kayla dan Abang Ikal akan menjelajahi hutan bersama Zahra dan Nabil. Mereka berdua adalah kakak adik yang tinggal bersebelahan dengan rumah kayla. Mereka adalah pecinta alam.
            “Sudah siap semua ?” tanya Abangku, sekaligus kapten penjelahan.
            “Siap kapten !” jawab semua dengan kompak. Kecuali Nabil yang masih sibuk dengan kacangnya.  Kakak Zahra, Nabil memang penggemar kacang, tak heran seluruh tasnya  berisi kacang goreng. “Kriuk..Kriuk..Kriuk… Gurih sekali” ucap Nabil dengan mulut penuh kacang,
            Bukan Nabil namanya kalau ia tidak makan kacang. Tapi kali ini, ia sengaja melempariku dengan kulit kacang. Zahra hanya tertawa melihat kelakukan jahil sang kakak.
            “Ih… Kau ini, buang sampah pada temannya” jengkel Kayla. “Bagi kacangnya dong, jangan bagi kulitnya aja”
            “Hahaha… Kasian.. Kasian.. Kasian” jawab Nabil dengan pelit.
            “Sudah… Sudah… medan yang kita lalui akan semakin berbahaya, tetap hati-hati” instruksi Abangku. “Jangan ada yang berpencar dari rombongan”
            “Tolong… tolong…tolong….” Zahra merintih kesakitan. Abangku segera menghampiri Zahra. Kakiknya berdarah. Sepertinya ia terkena goresan kayu.
“Kita berhenti sejenak untuk mengobati kakinya” saran Kapten. Nabil tidak peduli keadaan adiknya yang terluka. Ia justru sibuk mengambil kacang baru di tasnya.
            “Tahan dulu Zah, aku akan coba cari obat herbal di sekitar sini” ujar Kayla  sambil mencari dedauan. Ayah Kayla adalah seorang polisi, sedangkan Ibunya seorang dokter, jadi tidak heran kalau Kayla begitu mahir mencari obat alami di hutan.
“Sudah beres, Zah… bentar lagi juga sembuh” ujar Kayla dengan yakin.
“Terima Kasih Kay, kamu memang baik, tidak seperti orang yang disana” balas Zahra melirik kakaknya yang sibuk membuka kacang-kacangnya.
“Mungkin, kacang ini bisa mengobatimu ? hahaha ….” canda Nabil. Semua heran kepada Nabil. Ia masih bisa bercanda di tengah kesakitan adiknya.
Perjalanan dilanjutkan. Namun cuaca kali ini tidak mendukung, para capung mulai beterbangan tanda air dilangit akan segera turun, hujan deras akan menghadang mereka.
“Lihat… ada goa” teriak Nabil.
“Ayo semua segera kesana” perintah kapten sambil membantu Zahra berjalan.
Inilah tempat kita berteduh satu-satunya. Tidak cukup waktu untuk mereka mendirikan tenda di hutan yang lebat ini.
Hujan masih terus turun. Sudah dua hari kami terjebak di dalam goa yang cukup besar dengan diameter 800 meter persegi. Aliran air yang berada diatas gua, membuat kami agak takut.
Bagaimana kalau dinding gua runtuh. Kami tidak tahu seberapa besar jumlah air yang berada di atas. Kami tak mau mengambil resiko keluar goa dan memanjat dinding goa hanya untuk mengetahui seberapa besar volume airnya,
“Perbekalan hampir habis. Tidak ada bahan makanan di gua ini. Bagaimana ?” tanya Kapten ikal.
“Bagi aku, dari pada mati disini, lebih baik ambil resiko apapun,” respon Kayla dengan bersemangat.
“Aku masih punya sedikit kacang… tapi sepertinya hanya cukup untukku” ucap Nabil yang egois itu.
“Ih… Kakak jahat…. lebih baik berjuang dulu dari pada mati kelaparan,” kata Zahra yang mendukung Kayla.
Akhirnya kami bereempat melakukan ekspedisi yang mengerikan. Kami sangat tidak tahu bahwa goa ini sangatlah sulit dan sering terjadi longsor.

Rappeling setinggi 100 meter kami temukan di ujung gua. Inilah yang harus gunakan untuk mencapai jalan pertama menuju desa terdekat, hujan masih rintik. Dinding tebing licin. Kami harus melakukan penurunan satu persatu.
“Ambil lintasi lain. Tidak mungkin kalian melintasi dinding yang sama” kata seorang pemuda yang terdengar dari kejauhan.
Dengan kondisi darurat yang sangat beresiko, kami harus melakukannya semuanya sendiri. Akhirnya dengan detak jantung cukup kencang, akupun melakukan rappeling. Do’a tak henti-hentinnya aku panjatkan.
“Alhamdulillah, kita bertiga selamat.” Kayla memeluk Abangnya. “Ayo Zahra semangat…Haikkk…!!!”
Aku menjadi orang ketiga yang sampai dibawah. Kami masih menunggu Zahra. Setelah satu jam menanti, kami melihat sosok Zahra berjalan dalam kabut. Tahulah kami bahwa kaki zahra, masih sakit.
Perjalanan semakin lambat, karena kami harus menggotong Zahra yang pingsan. Tanpa diduga kami bertemu dengan seorang pemuda yang membantu menggotong Zahra. Ia mengusulkan agar Zahra dibawa ke Tabib desa.
“Sepertinya saya pernah melihat pemuda ini” bisik Ikal kepada adiknya. “Sudahlah, yang terpenting Zahra bisa terselamatkan.” Balas Kayla.
Benar saja, Ikal masih ingat pemuda itu. Dialah yang kemarin berlari di depan rumahnya. Pemuda itu juga yang memasang Rappling untuk kami.
“Orang yang kukira mau membunuhku, justru menolong temanku” sesal Ikal yang telah berburuk sangka pada pemuda itu.
“Maafkan aku teman, kemarin aku mengira kamu orang jahat yang mau membunuhku dengan pesawat konyolmu itu. Lebih baik aku jadi dendeng bakar, dari pada kami semua mati disini.” maaf Ikal kepada pemuda itu.
“Bukan salahmu, itu salahku. Aku belum bisa bermain pesawat baru itu dengan mahir, jadi kamulah jadi korbannya. Aku berlari karena aku takur melihat ayahmu yang berseragam Polisi.” balas pemuda itu dengan bersalah. “Owh iya, namaku Dika, siapa nama kalian ?”.
“Ini Abangku namanya Ikal, yang sedang makan kacang itu Nabil, serta yang Pingsan tadi Zahra dan namaku Kayla” jawab kayla menyerobot.
“Zahra sudah sadar…” ucap Nabil yang melihat adiknya sudah mulai membuka mata. “Syukurlah , kau cepat sadar, cemas sekali aku ini.” Tambahnya dengan jaim.
“Sudah lumayan membaik, cukup kuat untuk perjalanan pulang” ujar Zahra dengan wajah masih memucat.
“Terima kasih.” ucap mereka serentak kepada Dika dan Tabib.
“Kau boleh bermain ke rumahku, Dika” tambah Kayla         
“Iya, sama-sama kawan.”  Jawab Dika. “Oke Kay, kalau ada waktu, sekalian mengambil pesawat dan ‘remote’nya dirumahmu kan …? hehehe “ canda Dika.
Penjelajahan maut kami telah berakhir. Kami berempat bersama dika selamat hingga ke rumah masing-masing. Abangku tak menyangka pemuda yang ia anggap akan membunuhnya adalah Dika yang baik hati. Aku tidak bisa membayangkan, kalau seandainya Dika tidak menolong kami. Mungkin aku tidak pernah melihat pipi lesungnya. 
Tulisan lainnya :
Chat WhatsApp
error: Mohon maaf, copy paste tidak diperkenankan !!