Sebenarnya, bukan hal yang mustahil bagi milenial untuk menciptakan lapangan kerja sendiri dan untuk orang lain. Itu adalah salah satu peran generasi milenial dalam implementasi Sustaibanle Development Goals (SGDs) pada poin menghapus kemiskininan, mengurangi ketimpangan serta pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi.
SDGs sendiri berisi 17 tujuan guna mengakhiri segala bentuk kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. SDGs ini berlaku bagi seluruh negara (universal), termasuk Indonesia.
Lantas, bagaimana peran milenial sesungguhnya dalam impelementasi Sustaibanle Development Goals?
Saat saya dan teman mahasiswa melakukan bakti sosial bersama pelajar di Bangkalan, Madura. |
Generasi milenial juga dikenal suka berbagi dan bekerja sama. Pada berbagai kesempatan, banyak komunitas anak muda yang produktif dalam membagikan ilmu dan karya mereka. Milenial yang punya passion sebagai pengajar, misalnya, mereka dapat datang ke daerah-daerah yang memang masih kurang ihwal pendidikan. Meskipun terkesan sederhana tapi hal tersebut adalah contoh tindakan nyata.
Itu sebabnya, mereka perlu berkolaborasi.
Artinya, mereka yang berasal dari beragam latar belakang baik pendidikan, kemampuan, bakat atau passion dapat saling bersinergi menyatukan energi membangun negeri. Pasalnya, kolaborasi di zaman sekarang menjadi sebuah keniscayaan. Sudah saatnya bergandengan tangan untuk menggapai tujuan yang sama: mengakhiri segala bentuk kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
Tak perlu muluk-muluk. Generasi milenial dapat berkontribusi sesuai dengan pengalaman, pengetahuan, atau bakat yang dimiliki.
Contohnya, para sarjana yang telah merantau ke kota dapat kembali ke desanya untuk berkolaborasi dengan masyarakat desa. Jika ia sarjana Pendidikan, misalnya, dapat membangun dan meningkatkan mutu pendidikan yang inklusif, berkualitas dan mendukung kesempatan belajar seumur hidup. Sebagaimana tujuan poin ke-4 dari SDGs yakni pendidikan bermutu.
Kolaborasi dengan teman-teman untuk membantu pendidikan di Bangkalan, Madura. |
Contoh lain yang lebih konkrit adalah Gamal Albinsaid. Salah satu contoh milenial yang peka terhadap tingginya biaya kesehatan dan dibarengi dengan banyaknya jumlah sampah. Ia menggagas sebuah Klinik Asuransi Sampah dan Sampah yang kini dikenal dunia.
Dan masih banyak contoh-contoh lain yang patut diteladani generasi milenial zaman sekarang.
Tumbuhkan kesadaran masing-masing bahwa kita adalah makhluk sosial. Tak ada manusia yang sempurna, maka berkolaborasi menjadi solusi agar kekurangan dapat diminimalkan.
Kolaborasi ini tak hanya dengan sesama milenial tetapi juga pihak (stake holders) lain seperti masyarakat sekitar, pemerintah, akademisi dan swasta.
Lagi pula, Indonesia tak kekurangan orang pintar. Indonesia butuh orang yang mau berkontribusi sekecil apapun itu. Dimulai dari kesadaran diri sendiri, menjadi contoh untuk orang lain dan saling bersinergi untuk menyelesaikan permasalahan bersama.
Indonesia terlalu luas jika dikerjakan sendirian.
*) tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Unsyiah Research Festival 2019
bener mbak.. yuk kolaborasi!!
sepakat! karena ini bukan hanya tugas pemerintah tapi tugas kita bersama
Tadinya kirain apa itu yang gaji 8 juta trending di Twitter.. haha ternyata toh yaa… Sah2 aja ya dia mau patok standart gajinya brp…kita doakan dia dapet sesuai standart. Anyway.. goodluck ya kompetisinya..
Setuju, saya pernah juga ikut seminar tentang SDGs, bahkan Bu Risma juga sempet datang waktu itu. Memang saat ini perlu ada gerakan untuk membangkitkan semangat para pemuda dalam menciptakan lapangan kerja. Sayapun masih maju mundur dalam menjalani bisnis sendiri. Semoga generasi Indonesia kedepan jauh lebih baik. Aamiiiin.
Sempat sih ingin berkolaborasi dgn pemerintah setempat tp ya gitulah birokrasi ditempatku, gak bs kuceritakan dsni. Sukses ya bro
Nizam, pemikiran Nizam bagus sekali. Memang saya merasa, generasi milenial inilah yang kelak akan jadi penentu kebijakan dan pengambil keputusan pada masyarakat. Dan saya juga setuju bahwa untuk memajukan bangsa, perlu lebih banyak masyarakat yang punya usaha sendiri (bukan hanya mencari pekerjaan pada orang lain). Milenial sendiri memang perlu dididik untuk jadi pemilik usaha, bukan menumpang pada usaha orang lain.
Tapi berkolaborasi dengan sesamanya sendiri akan jadi tantangan yang cukup seru. Jangankan milenial, orang-orang yang sudah matur saja masih sulit kalau diajak berkolaborasi. Kalau bukan maunya yang satu duduk terima beres sedangkan yang lainnya bersusah payah, biasanya yang terjadi adalah saling menunggu giliran untuk membiarkan temannya memulai kolaborasi duluan, karena alasannya sungkan.
Mudah-mudahan milenial mau lebih banyak bekerja bareng-bareng, saling gotong royong untuk maju bareng. Dan lebih banyak berkomunikasi intens satu sama lain, mau belajar menyimak satu sama lain.
Eh ya, Nizam, saya ini nggak muda lagi tapi masih dalam rentang usia milenial lho. Kira-kira kalau Nizam mau kolaborasi dengan saya, apa yang bisa Nizam kerjakan? 😀
Hallo, Mbak Vicky. Terima kasih ya atas tanggapannya yang super lengkap.
Kalau ditanya mau kolaborasi, aku dulu pengen bikin kayak workshop dasar-dasar menulis gitu mbak. Ya relate sama passionku juga, blogger dan jurnalistik. Tapi belum terealisasi karena belum ketemu momen yang pas sambil terus belajar.
Wah foto terakhirnya….aku suka heheheh
Btw, stuju bgt kalau Indonesia tidak kekurangan org pintar. Banyak orang pintar, tp apakah mau action? Indonesia butuh milenial yang pintar dan mau beraksi. Karena ya..percuma kalau pintar dan punya ide bagus tp tdk direalisasikan buat negeri sendiri.
Iya bener mbak. Setidaknya bisa dimulai dari sendiri untuk sadar tenyang SDGs ini
Tulis di Blog aja, Mas. Siapa tau dibaca pemerintah setempat
Terima kasih, Mbak diane
Yupp, semoga kita bagian dr orang ug mau action. Dimulai dari tindakan paling kecil dulu ngga apa-apaa
Bagus tulisannya nizam..
Sayangnya sekarang banyak orang yang memilih kompetisi daripada kolaborasi..
Anak milineal itu kreatif, jadi kalau kolaborasi pasti menghasilkan hal hal yang keren dan positif.
Perlu di dorong untuk kolaborasi